Secangkir coklat
panas yang masih mengepul, belum bisa saya nikmati karena masih terlalu panas
jika saya paksakan bersentuhan dengan bibir. Saya mulai melamun, tatapan saya nanar pada
meja kerja yang penuh dengan dokumen-dokument yang belum rampung saya selesaikan.
Saya kembali melihat layar monitor, tatapan saya kosong. Ingatan saya kembali
pada mimpi saat mengenakan seragam putih abu-abu, bahwa keinginan terbesar saya
saat lulus kuliah nanti adalah bekerja di perpustakaan milik Negara. Bahwa di tempat itu, sebuah perpustakaan yang
besar, saya akan banyak tahu buku apa saja yang masuk dan dimiliki Negara ini
dan tentunya yang terpenting adalah saya akan berkesempatan memiliki takdir
untuk membaca buku-buku tersebut. Mimpi saya, saya ingin banyak membaca dan banyak menulis
dari apa yang saya baca dan saya lihat, itu saja.
Tapi takdir bekata
lain, mimpi itu semakin samar ketika kebutuhan hidup menuntut untuk segera
dipenuhi. Waktu yang saya punya kemarin dan dulu, sudah saya habiskan untuk
membantu mengejar mimpi orang lain. Lalu saat ini, ketika saya asyik menerima
bayaran atas mimipi-mimpi mereka yang berusaha saya wujudkan tiba-tiba saya merindukan mimpi saya sendiri.
Ditempat orang lain
ini, didunia yang bukan tempat saya bermimpi, entah sudah berapa judul buku
yang saya lewatkan, saya benar-benar tidak tahu buku apa saja yang sudah
singgah di Negara tercinta ini, siapa saja nama penulis yang sudah berhasil
menempatkan buku-bukunya berjajar di rak. Yang mestinya saat mimpi itu terwujud,
saya adalah orang yang lebih tahu.
Mimpi ini gratis
dan kepala ini tidak pernah memungut uang sewa untuk tetap singgah dalam
ingatan. Mimpi ini, yang baru saja saya rindukan kembali, belum bisa memaksa
saya keluar dari zona nyaman, keluar dari zona betapa asyiknya menerima bayaran
untuk mewujudkan mimpi orang lain. Tapi mimpi ini, sudah cukup untuk memberi
semangat bahwa mimpi haruslah tetap dikejar because “no dream is expired”. Tak
penting lagi dimana saya bekerja, yang terpenting adalah bagaiman saya berusaha
mendapatkan takdir membaca buku-buku impian saya dengan banyak usaha. Karena untuk
mewujudkan mimpi, Tuhan perlu tahu seberapa besar usaha kita untuk
mewujudkannya.
Secangkir coklat
panas sudah berubah menjadi secangkir coklat hangat. Kenikmatan tegukan yang
menenangkan pikiran dengan semangat baru yang saya dapatkan dari lamunan
tentang mimpi. Segera akan saya kejar mimpi ini, meski butuh waktu, usaha dan
kesabaran untuk mewujudkannya. Seperti secangkir coklat panas yang tak bisa lansung
saya minum, pada saat nya nanti dia akan menjadi secangkir coklat hangat yang
akan menyuguhkan kenikmatan saat diteguk.
0 comments:
Post a Comment